Sports |
WASPADA ONLINE JAKARTA - Mantan komandan Program Atlet Andalan (PAL) Achmad Sutjipto menegaskan, Program Indonesia Emas (PRIMA) yang dijadikan landasan persiapan atlet ke multi event internasional, banyak kelemahan. Prima masih membutuhkan banyak koreksi mengingat teori yang dikembangkan tak sejalan dengan realita yang ada. Hal itu diungkapkan Sutjipto saat tampil sebagai pembicara dalam diskusi olahraga bertajuk "Mengurai Benang Kusut Pembinaan Olahraga Nasional" yang digelar Lembaga Pengawas Olahraga Nasional (LPON) di Hotel Century, Jakarta, Selasa. Sutjipto mencontohkan, untuk bisa menjadi juara umum SEA Games 2011 saat Indonesia menjadi tuan rumah dan mencanangkan perolehan 25 persen medali, kurang sesuai dengan realita yang ada. Terlebih dengan persiapan yang terbilang minim dibandingkan negara pesaing seperti Thailand dan Singapura. "Pada SEA Games 2009, kita meraup 11 persen medali dan menempati peringkat ketiga. Sedangkan ke SEA Games 2011 diharuskan merebut 25 persen medali. Sementara sistem yang ada di Prima, saya tidak melihat peluang ke arah itu karena ambisi kita tidak disesuaikan dengan kemampuan," ujarnya. Diskusi panel yang dipandu moderator wartawan olahraga Dede Isharudin ini menghadirkan tiga panelis dan diikuti lebih dari seratus peserta dari berbagai kalangan. Tiga panelis lainnya adalah anggota DPR RI Dudi Gambiro, Deputi Menpora Joko Pekik dan Mulyana dari Satlak Prima. "Pemerintah tidak boleh running ke dunia olahraga. Mental birokratik tak akan bisa mengelola olahraga karena kebijakannya banyak dipengaruhi kepentingan lain," kritik Sutjipto. Wartawan olahraga senior Mahfudin Nigara mendukung pernyataan Sutjipto. Menurut Nigara, faktor utama merosotnya prestasi olahraga nasional akibat masuknya ranah politik di olahraga. “Harus diketahui, ranah politik itu menganut paham 'goal' yang selalu menginginkan kesuksesan tanpa memperhatikan proses yang harus dilalui. Sedangkan olahraga tidak demikian, harus ada proses yang jelas dan terarah melalui pembinaan. "Untuk meraih sukses di olahraga tidak mengenal istilah instan. Karena itu, wajib ada pemisahan antara olahraga dan politik,” beber Nigara. (dat08) |
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Comments