Oleh Eka Tanjung (Google)
PSSI ke Belanda dinakodai Iman Arif, Ketua BTN hanya akan menghasilkan setumpuk kartu nama dan foto saja. Mustahil mereka bisa bawa selusin nama untuk SEA Games 2011.
Terlalu banyak hambatan dan kendala untuk mendatangkan dan menaturalisasi pemain muda keturunan Indonesia yang merumput di Belanda. Ada lima batu sandungan:
1. Masih Asing
Seperti umumnya kalangan sepakbola Belanda, para pemain keturunan Maluku dan Indonesia tidak mengenal bahwa di Indonesia juga ada sepakbola. Mereka tahunya Indonesia negaranya Badminton dan Pencak Silat. Mereka tahu Indonesia sebatas Istana Bogor, Pangendaran, Borobudur, Bromo dan Bali.
Tim BTN harus terlebih dulu memperkenalkan diri dan menekankan bahwa di Indonesia ada kompetisi besar. Publiknya sangat marak dan mayoritas penduduk gila bola. Banyak pemain asing yang merumput di Indonesia. Harus diingatkan bahwa Indonesia sempat berambisi jadi calon tuan rumah Piala Dunia 2018 atau 2022, menyaingi duo Belanda-Belgia.
"Kenapa di sini lebih banyak mall daripada lapangan bola?" seloroh Donovan ketika ke Indonesia bersama ayahnya Priyo Partosubroto. Di Belanda, setiap klub kampung saja punya minimal 5 lapangan (3 sintetis dan 2 rumput.) Satu kabupaten punya 6 klub kampung yang punya anggota sekitar seribu pebola.
2. Ikatan Emosi
Kalaupun sudah mengenal sepakbola Indonesia, belum tentu memiliki ikatan emosi dengan sepakbola dan negara Indonesia. Lahir di Belanda, mereka merasa bagian dari Negeri Kincir Angin ini. Kebanyakan belum pernah ke Indonesia. Kalaupun sudah, biasanya sebagai turis, tidak menjadi bagian dari masyarakat Indonesia. "Ya saya pernah liburan ke Indonesia, alamnya bagus dan saya suka nasi goreng," adalah ungkapan lumrah para pemain sepakbola muda keturunan Indonesia.
80an nama pemain keturunan Indonesia yang akan didekati, hampir 90 persennya adalah cucu dari orang-orang Maluku yang 'terpaksa' ikut Belanda, hengkang dari Indonesia seputar kemerdekaan RI. Mereka diajari dan dididik budaya Maluku, yang tidak otomatis Indonesia. Meyakinkan mereka tanpa melibatkan kakek dan ortu akan sangat sulit.
Kembar Jordao dan Edinho Pattinama bakat keturunan Maluku yang tahun lalu main di Feyenoord dan NAC, 2009 menolak tawaran main di timnas Indonesia. Alasannya "sebagai keturunan Maluku, terlalu peka bermain untuk Indonesia."
3. Mereka-Kita
Para bakat muda ini merasa sebagai orang Belanda, bukan orang Indonesia. Dari penggunaan kata-kata saja, bisa kita tengarai: Anak-anak ini akan bicara "kita" untuk menunjukkan dia dan Belanda. Pilihan kata "mereka" maksudnya adalah penduduk dan sepakbola Indonesia. Hal sepele semacam itu punya makna dalam, dan tidak bisa dirubah hanya dalam satu pertemuan saja.
4. Profesional
Walaupun masih muda mereka mendapat didikan ketat dan disiplin di klub Belandanya. Hampir semua yang bermain di tiga liga teratas Belanda, Eredivisie, Eerste Divisie maupun Topklasse adalah bakat-bakat hasil bimbingan yang sungguh-sungguh dan profesional. Menghargai waktu, mengatur makanan, menjaga kesehatan dan juga visi dan skill yang bagus.
Pertanyaan awal saja, apakah timnas Indonesia berserta stafnya siap berperilaku profesional menghargai waktu sehingga bakat muda ini tidak kecewa dan anjlok motivasinya? Untuk memulainya, apakah mas Iman Arif dan timnya siap datang tepat waktu ke tempat janjian di Belanda ini??
5. Paspor
Satu hal yang sudah jelas akan menjadi persoalan paling besar dalam perekrutan pemain muda blasteran ini adalah paspornya. Hampir semuanya mengantongi paspor bergambar singa, Belanda. Dan dengan alasan minim ikatan dengan Indonesia, maka tidak mudah untuk 'menaturalisasi' mereka.
Apalagi undang-undang Indonesia tidak mengijinkan warganya memiliki kewarganegaraan ganda. Inilah yang akan membuat mereka mundur teratur.
Sudah ada contohnya. Sergio van Dijk, sudah semangat ingin bermain untuk timnas Merah Putih dan datang ke Indonesia. Tapi akhirnya, wajar saja, mundur ketika dihadapkan pilihan: ambil paspor Garuda dan harus lepas paspor Singa. Akan sangat berat bagi Sergio dan lainnya untuk melepaskan ikatan dengan negara kelahirannya dan hilang hak-hak dan jaminan sosial.
Misi Mustahil
Dan untuk mendapatkan kembali paspor Belanda dia harus mengikuti prosedur dari awal lagi. Ngantri di Kedutaan Belanda di Jl. Rasuna Said Jakarta, sebagai orang asing yang ingin minta ijin tinggal MVV. Keberatan juga akan terjadi dengan bakat-bakat muda itu.
Orang Tatua
Dari lima batu sandungan di atas, bisa disimpulkan bahwa perjalanan gerilya PSSI ke Belanda hanya akan berhasil mengumpulkan setumpuk kartu nama dan foto saja.
Mengingat mayoritas pemain adalah keturunan Maluku maka langkah terbaik adalah mendekati 'orang tatua' tokoh senior di kalangan Maluku yang moderat dulu, lalu merekrut pelatih yang diterima kalangan Maluku seperti Giovanni van Bronckhorst, Sonny Silooy atau yang paling pas adalah Simon Tahamata. Dia punya kharisma, pengalaman sebagai pemain dan pelatih. Hanya saja Tahamata sekarang dipinjamkan Ajax untuk melatih tim muda Al Ahly di Arab Saudi.
Sabar
Jadi keinginan PSSI bisa berprestasi di ajang internasional dengan merekrut pemain keturunan perlu dihargai. Tapi mengingat hambatannya yang terlalu berat, maka harus disadari bahwa untuk SEA Games 2011 masih terlalu dini.
0 comments:
Post a Comment